Syracusebroadband.org – Penghentian sementara kegiatan pemerintahan di Amerika Serikat, atau yang dikenal sebagai government shutdown, diprediksi akan berpengaruh signifikan terhadap stabilitas pasar keuangan global. Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menyatakan bahwa dampak tersebut bisa terjadi melalui tiga saluran utama: sentimen risiko global, ketersediaan dolar sebagai likuiditas pembiayaan, dan kejelasan arah kebijakan moneter AS.
Dalam pandangannya, ketidakpastian yang muncul akibat perubahan politik ini mendorong investor untuk mencari aset aman, sehingga menguatkan dolar AS dan menciptakan suasana pasar yang lebih berhati-hati. Josua mencatat bahwa selama pekan ini, indeks dolar mengalami kenaikan sekitar satu setengah persen yang mencerminkan kebuntuan anggaran di Washington.
Jika government shutdown berlangsung lebih lama, potensi pelemahan ekonomi AS akan meningkat. Hal ini dapat menarik perhatian pasar dari isu likuiditas menuju kekhawatiran mengenai pertumbuhan ekonomi AS. Dalam konteks Indonesia, dia menekankan bahwa fase awal pemerintah menutup kegiatan biasanya menyebabkan tekanan lebih besar pada nilai tukar rupiah, yang memperlihatkan pergerakan lemah akibat penguatan dolar.
Sementara itu, arus keluar dana asing dari pasar saham Indonesia dan instrumen keuangan jangka pendek juga mencerminkan dampak negatif di dalam negeri. Selain itu, beberapa indikator menunjukkan bahwa cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan akibat upaya stabilisasi rupiah.
Josua memperingatkan, tanpa perbaikan pada sentimen global, rupiah akan menghadapi tantangan lebih besar sebelum mulai pulih ketika kondisi pasar berbalik. Sektor komoditas global juga berpotensi terpengaruh, di mana harga emas cenderung naik dalam kondisi dolar yang kuat, sementara harga minyak dan logam industri diprediksi akan melemah.