Syracusebroadband.org – Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi sorotan utama dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas pangan dan daya beli masyarakat di Indonesia. Dijalankan oleh Perum Bulog, program ini telah menyalurkan lebih dari 500 ribu ton beras ke berbagai daerah, menunjukkan kapasitas logistik yang signifikan. Namun, tantangan yang dihadapi tidak hanya terkait volume distribusi, tetapi juga efektivitas dalam menjaga harga dan kualitas sesuai harapan masyarakat.
Diluncurkan untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan beras, SPHP menjadi harapan bagi masyarakat berpendapatan rendah, meski menghadapi kritik terkait mutu dan distribusi. Beberapa laporan menyebutkan kualitas beras yang dianggap kurang baik dan kemasan yang tidak standar, menunjukkan adanya celah dalam pengawasan mutu. Bulog telah mengonfirmasi bahwa kode pada kemasan bukanlah tanggal kedaluwarsa, melainkan kode produksi, dan berkomitmen untuk menarik produk yang bermasalah.
Kritik terhadap kualitas beras tidak hanya berkaitan dengan rasa, tetapi juga dengan kepercayaan publik terhadap program pemerintah. Ketika masyarakat meragukan kualitas beras tersebut, fungsi SPHP sebagai alat stabilisasi sosial pun terganggu.
Sebagai langkah perbaikan, diperlukan pengawasan yang lebih transparan dan keterlibatan publik dalam mengawasi kualitas produk. Selain itu, harga beras SPHP di tingkat Rp12.500 per kilogram lebih tinggi dibandingkan beras lokal yang rata-rata dijual Rp10.600. Dalam situasi daya beli masyarakat yang menurun, hal ini menjadi masalah serius dan bisa membuat SPHP kalah bersaing.
Pemerintah diharapkan dapat memperkuat model intervensi harga yang adaptif, melalui subsidi silang dari surplus hasil ekspor pangan atau optimalisasi cadangan pangan. Ini penting untuk menurunkan harga SPHP tanpa mengorbankan margin operasional Bulog, sehingga tetap mendukung kelompok rentan di masyarakat.