27 Juni 2025 – Implementasi kurikulum merdeka belajar kembali menghadapi kontroversi. Sejumlah organisasi guru menyoroti ketimpangan pendidikan akibat implementasi yang tidak merata di daerah terpencil. Menurut mereka, kebijakan ini perlu ditinjau ulang demi memastikan pemerataan akses pendidikan berkualitas.
Ditemui di Jakarta, Ketua Asosiasi Guru Peduli Pendidikan (AGPP), Dwi Susanto, mengatakan bahwa meski konsep kurikulum merdeka belajar positif, praktiknya masih jauh dari harapan.
“Kurikulum merdeka belajar sangat bagus secara teori, tetapi di lapangan kenyataannya berbeda. Di daerah terpencil, minimnya fasilitas dan pelatihan guru menjadi hambatan utama,” jelas Dwi Susanto kepada wartawan, Kamis (26/06).
Lebih lanjut, AGPP mendesak pemerintah pusat dan daerah agar bersinergi dalam hal distribusi sarana pendidikan dan peningkatan kapasitas guru. Tanpa intervensi khusus, ketimpangan pendidikan berpotensi semakin melebar.
Menanggapi kritik tersebut, Kementerian Pendidikan memastikan terus mengevaluasi implementasi kebijakan tersebut. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Budi Hartono, menyebut pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah perbaikan.
“Kami memahami persoalan di daerah terpencil. Kementerian terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah untuk mempercepat pemerataan kurikulum merdeka belajar,” ungkap Budi dalam keterangannya.
Hingga saat ini, evaluasi dan koordinasi terus dilakukan untuk memperbaiki implementasi kebijakan agar tujuan merdeka belajar tercapai secara maksimal di seluruh wilayah Indonesia.
